Tampilkan postingan dengan label Manaqib. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Manaqib. Tampilkan semua postingan

0643. MANAQIB SYEKH ABDUL QODIR AL_JAILANY

0 komentar
• Tahta Alfina

MANAQIB SYEKH ABDUL QODIR AL_JAILANY

Nama lengkapnya adalah Abu Shalih Sayyidi Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir bin Abi Shalih Musa (Zonki Dost) bin Abu Abdullah Al-Jily bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud bin Musa al-Jun bin Abdullah al-Mahdhi bin al-Hasan al-Mutsanna bin al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib.

Al – Syekh Abu Muhammad Abdul Qadir Al – Jailany adalah keturunan Sayyidina Hasan , cucu Rasulullah dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib; kakeknya adalah Abi Abdillah Al – Shuma’I yang berasal dari daerah Jilan, Persia ( Iran ) dan populer dengan karomah dan kemuliaannya. Adapun ibundanya adalah seorang ibu yang dan istimewa, yaitu Fatimah binti Abi Abdillah Al – Shuma’i; ibundanya juga memiliki karomah dan kemuliaan; keturunan Sayyidina Husein.Jauh sebelum Syekh Abdul Qadir lahir; ayahandanya bermimpi bertemu Rasulullah saw bersama sejumlah sahabat,para Mujahidin, dan Para Wali. Dalam mimpi itu, Rasulullah saw bersabda :

“Wahai Abu Shalih, Allah swt akan memberi amanah seorang anak laki-laki, yang kelak akan mendapat pangkat tinggi dalam kewalian. Sebagaimana aku mendapat pangkat tertinggi dalam kenabian dan kerasulan.”

Abu Shalih wafat saat putranya masih teramat muda, sehingga Syekh Abdul Qadir diasuh dan dibesarkan oleh kakeknya.Syekh Abdul Qadir lahir pada pertengahan bulan Ramadhan tahun 471 H ( 1051 M ) di daerah Jilan. Di daerah itu beliau melewati masa kecilnya sampai usia 18 tahun. Kemudian pergi ke Baghdad pada tahun 488 H sampai masa akhir hayatnya. Syekh Abdul Qadir berperawakan kurus, tingginya sedang, berdada bidang dengan janggut lebat dan panjang. Warna kulitnya sawo matang, kedua alisnya bersambung, suaranya keras dan lantang, mudah bergaul, punya derajat mulia dan ilmu pengetahuan luas.Binar mata Syeikh Abdul Qadir Ra terpancar dalam lingkungan yang terkenal dengan ilmu pengetahuannya serta didukung dengan berbagai karomah. Ayahandanya adalah salah seorang tokoh ulama Jilan, sedangkan ibundanya yang juga dikenal dengan karomahnya adalah putri dari Abdullah Al – suma’i, seorang ahli Makrifat, ahli ibadah dan zuhud. Maka bersemilah nuansa keilmuan, fiqih, hakikat dan makrifat didalam dirinya.

Masa kanak-kanak dan remaja.

Ibunda Syekh Abdul Qadir bercerita :

”Semenjak aku melahirkan anakku itu, ia tidak pernah menetek pada siang bulan ramadhan. Suatu kali, lantaran hari berawan, orang-orang tidak bisa melihat bulan sabit guna menentukan telah masuknya bulan Ramadhan. Lalu mereka mendatangiku dan bertanya tentang Abdul Qadir, karena mereka tahu bahwa anakku itu tidak pernah menetek di siang bulan Ramadhan. Aku katakan kepada mereka bahwa abdul Qadir siang itu tidak menetek. Maka mereka pun tahu bahwa hari itu adalah awal Ramadhan. Sejak itu, beliau menjadi terkenal sebagai keturunan orang-orang terhormat (mulia), yang salah satu tandanya adalah beliau tidak mau menetek kepada ibunya pada siang bulan Ramadhan.”

Syekh Abdul Qadir bercerita :
“Ketika masih kecil, setiap hari aku di kunjungi seorang malaikat dalam bentuk seorang pemuda tampan. Dia berjalan bersamaku dari rumah kami ke sekolah dan membuat anak-anak di dalam kelas memberiku tempat di barisan pertama. Dia tinggal bersamaku sepanjang hari dan kemudian membawaku pulang ke rumah. Dalam sehari, aku belajar lebih banyak daripada pelajar-pelajar yang lain belajar dalam satu minggu. Aku tidak tahu siapa dia. Suatu hari aku bertanya kepadanya, dan dia berkata, “aku salah satu malaikat Allah swt. Dia mengirim dan memerintahkanku selama engkau belajar.”

Suatu hari, malam I’dul Adha, Aku pergi ke ladang kami untuk menggarap tanah. Selama aku berjalan di belakang lembu jantan, dia memalingkan kepalanya dan melihatku, seraya berkata:

“Engkau tidak diciptakan untuk ini!”

Aku sangat ketakutan dan berlari ke rumah dan memanjat ke atap rumah petak bertingkat. Ketika mengintai keluar, aku melihat para jama’ah haji berkumpul di padang Arafah tepat di depanku.

Aku pergi ke ibuku, yang waktu itu sudah janda, dan meminta kepadanya:

“Kirimlah aku ke jalan kebenaran, berilah aku ijin untuk pergi ke Baghdad, untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bersama-sama dengan orang bijak dan orang-orang yang dekat kepada Allah swt.”

Ibuku bertanya kepadaku,

”Apa alasan untuk permintaan yang tiba-tiba tersebut?”

Aku mengatakan kepadanya apa yang terjadi pada diriku. Dia menangis; tetapi mengeluarkan delapan puluh batang emas, semua adalah warisan ayahku. Dia menyisakan empat puluh untuk saudara laki-lakiku. Empat puluh batang lainnya, dia jahit kebagian ketiak mantelku. Kemudian dia mengizinkan diriku untuk meninggalkan dirinya, tetapi sebelum ibuku membiarkan aku pergi, beliau meminta diriku berjanji kepadanya, bahwa aku akan berkata benar dan menjadi orang yang jujur, apapun yang terjadi. Ibu melepaskan kepergianku dengan kata-kata:

”Mudah-mudahan Allah melindungi dan membimbingmu, anakku. Aku memisahkan diriku dari orang yang paling mencintaiku karena Allah swt. Aku tahu bahwa aku tidak akan dapat melihatmu sampai hari pengadilan terakhir.”

Aku bergabung dengan sebuah kafilah kecil yang sedang pergi ke Baghdad. Ketika telah meninggalkan kota Hamadan; sekelompok perampok jalanan berjumlah enam puluh orang dengan menunggang kuda menyerang kami. Mereka mengambil segala sesuatu yang setiap orang miliki. Salah seorang di antara mereka datang kepadaku dan bertanya,:

"Anak muda, harta apa yang kamu miliki?”

Aku menceritakan kepadanya, bahwa aku memiliki empat puluh batang emas. Dia bertanya :

”dimana?”

Aku mengatakan :

“Di bawah lenganku.”

Dia tertawa dan meninggalkanku sendiri. Perampok lainnya datang dan bertanya hal yang sama, dan aku berkata hal yang sebenarnya.Mereka meninggalkanku sendirian dan melaporkan kepada pemimpin mereka. Lalu pemimpin perampok memanggilku ke tempat dimana mereka sedang membagi hasil rampasan. Dia bertanya apakah aku memiliki sesuatu barang berharga. Aku mengatakan kepadanya bahwa aku memiliki empat puluh batang emas yang dijahit di mantelku dibawah ketiak. Dia mengambil mantelku, merobek bagian lengan mantel dan menemukan emas tersebut. Kemudian dengan rasa takjub, dia menanyaiku:

”Ketika uangmu telah aman, apa yang memaksamu untuk menceritakan kepada kami bahwa kamu memiliki emas dan dimana disembunyikan?”

Aku menjawab,

” Aku harus mengatakan sebenarnya dalam keadaan apapun, sebagaimana telah ku janjikan kepada ibuku.”

Ketika pemimpin perampok mendengar hal itu, dia menitikkan air mata dan berkata:

” Aku telah mengingkari janjiku kepada siapa yang telah menciptakanku. Aku mencuri dan membunuh. Apa yang terjadi padaku?”

Dan anak buahnya memandangnya, sambil berkata,

”Engkau telah menjadi pemimpin kami selama bertahun-tahun dalam perbuatan dosa. Sekarang juga menjadi pemimpin dalam penyesalan!”

Semua enam puluh orang memegang tanganku dan menyatakan menyesal serta mengubah jalan hidup mereka. Keenam puluh orang itu adalah orang yang pertama memegang tanganku dan mendapatkan keampunan untuk dosa-dosa mereka.

Syekh Abdul Qadir di Baghdad

Ketika Syekh Abdul Qadir Al-Jailany Ra tiba di Baghdad, beliau berusia 18 tahun. Ketika beliau mencapai pintu gerbang kota, Nabi Khidir muncul dan menghalanginya untuk memasuki pintu gerbang kota. Nabi Khidir berkata kepadanya bahwa hal itu adalah perintah Allah untuk tidak memasuki kota Baghdad selama tujuh tahun yang akan datang.Nabi Khidir membawanya ke sebuah reruntuhan di gurun pasir dan berkata:

”Tinggallah disini dan jangan meninggalkan tempat ini.”

Syekh Abdul Qadir tinggal disana selama tiga tahun. Setiap tahun, Nabi Khidir akan muncul kepadanya dan berkata kepadanya dimana beliau harus tinggal.Syekh Abdul Qadir Al-jailany Ra bercerita mengenai masa tiga tahun yang di alaminya :

“Selama aku tinggal di gurun, diluar kota Baghdad; semua keindahan duniawi datang menggodaku. Allah melindungiku dari gangguan mereka. Setan yang muncul dalam wujud dan bentuk berbeda-beda terus mendatangiku, menggodaku, mengacaukanku dan melawanku. Allah telah memberikanku kemenangan atasnya. Nafsuku mengunjungiku setiap hari dalam wujud dan bentukku sendiri, memintaku untuk menjadi temannya. Ketika Aku akan menolaknya, ia hendak menyerangku. Allah memberiku kemenangan dalam perlawanan dengan nafsuku. Pada waktunya aku dapat menjadikannya tawananku dan menahannya bersamaku selama tahun-tahun itu, memaksanya tinggal di reruntuhan gunung pasir. Satu tahun penuh aku telah memakan rumput-rumputan dan akar-akaran yang dapat kutemukan dan tidak meminum air apapun. Tahun yang lain, aku telah minum air tetapi tidak makan sebutirpun makanan. Tahun lainnya, aku tidak makan, minum ataupun tidur. Sepanjang waktu ini, aku hidup dalam reruntuhan dari raja-raja kuno Parsia di Karkh. Aku berjalan dengan kaki telanjang di atas duri dan onak padang pasir dan tidak merasakan suatu apapun. Kapan saja aku melihat sebuah jurang ( karang yang terjal ) aku memanjatnya; aku tidak memberikan istirahat satu menitpun atau menyenangkan nafsuku, kepada keinginan-keinginan rendah jasmaniku."

Pada akhir dari masa tujuh tahun itu, aku mendengar sebuah suara pada suatu hari :

”Wahai Abdul Qadir, engkau sekarang diizinkan memasuki Baghdad.”

Aku sampai di Baghdad dan melewatkan beberapa hari disana. Segera aku tidak dapat berada dalam keadaan dimana hasutan, kejahatan, tipu daya telah mendominasi kota. Untuk menyelamatkan diriku sendiri dari kejahatan kota yang mengalami kemerosotan moral dan menyelamatkan keimananku, aku meninggalkannya. Hanya al-Qur’an yang kubawa bersamaku. Ketika tiba di pintu gerbang, dalam perjalanan untuk berkhalwat ku di padang pasir, aku mendengar sebuah suara:

”Kemana engkau akan pergi?” kata suara itu.

”Kembali. Engkau harus melayani orang-orang.”

“Apa yang dapat kupedulikan mengenai orang-orang?” Aku menyanggah.

“Aku ingin menyelamatkan keimananku!”

“Kembalilah dan jangan pernah merasa khawatir terhadap keimananmu” suara itu melanjutkan,

“Tidak ada sesuatupun yang akan membahayakanmu.”

Aku tidak dapat melihat siapa orang yang berkata tersebut.Kemudian sesuatu terjadi padaku. Terputus dari kondisi luar, aku masuk dalam keadaan tafakur. Sampai hari berikutnya, aku memusatkan pikiran pada sebuah harapan dan berdo’a kepada Allah swt agar dia membukakan selubung untukku, sehingga tahu apa yang harus kulakukan.Hari berikutnya, ketika tengah berkeliling di sebuah pemukiman bernama Mudzaffariyyah, seorang lelaki yang aku tidak pernah kulihat membuka pintu rumahnya dan menyilahkan aku masuk,

“Mari Abdul Qadir!”

ketika aku sampai di pintunya, dia berkata,

”Katakan kepadaku, apa yang anda harapkan dari Allah? Do’a apa yang anda panjatkan kemarin?”

Aku ketakutan, dengan penuh ketakjuban. Aku tidak dapat menemukan kata-kata untuk menjawabnya. Laki-laki tersebut memandang ke wajahku dan mengempaskan pintu dengan kasar seperti itu, debu berkumpul di sekelilingku dan menutupi seluruh tubuhku. Aku berjalan pergi, sambil bertanya apa yang telah kuminta kepada Allah sehari sebelumnya. Kemudian aku teringat. Aku balik kembali untuk mengatakan kepada laki-laki tersebut, tetapi tidak dapat menemukan baik rumah ataupun dirinya. Aku sangat khawatir, ketika menyadari bahwa dia adalah seorang yang dekat kepada Allah.

Sesungguhnya, belakangan aku mengetahui, dia adalah Hammad ad-Dabbas, yang telah menjadi Syekh ( guru) ku.

Pada suatu malam yang dingin dan gerimis, sebuah tangan tak terlihat membawa Syekh Abdul Qadir kepada tekke, tempat bermalam mistis, milik Syekh Hammad bin Muslim ad- Dabbas. Syekh Hammad yang mengetahui dengan inspirasi Ilahiah tentang kedatangannya, menutup pintu-pintu tempat menginap ( mistis ) dan memadamkan lampu. Ketika Syekh Abdul Qadir duduk di bendul ( ambang )pintu yang terkunci, beliau tertidur. Beliau telah mengeluarkan sperma ( mimpi basah )di malam hari dan pergi mandi di sungai dan mengambil air wudhu. Beliau tertidur lagi dan hal yang sama terjadi tujuh kali pada malam itu. Setiap kali beliau mandi dan mengambil air wudhu dalam air sedingin es. Pagi harinya, pintu gerbang telah terbuka dan beliau memasuki tempat penginapan sufi. Syekh Hammad berdiri menyambutnya. Meneteskan air mata gembira, dia memeluknya dan berkata:

”Wahai putraku Abdul Qadir, keberuntungan adalah milik kami hari ini, tetapi besok hal itu menjadi milikmu. Jangan pernah meninggalkan jalan ini.”

Syekh Hammad menjadi guru pertamanya dalam ilmu pengetahuan tentang mistisme. Dengan memegang tangannya, beliau mengucapkan sumpah dan mengikuti jalan sufi.

Syekh Abdul qadir memahami bahwa menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap muslimin dan muslimah. Lantas dengan keseriusan dan kesungguhan, berangkatlah beliau menuntut ilmu ke para tokoh Ulama yang selalu membimbingnya. Beliau memulai masa pendidikannya dengan belajar mambaca Al-qur’an kepada Abu Al-Wafa bin Aqil Al-Hambali, Abu Al-Khitab Mahfudz Al-Kalwadany Al-Hambali dan masih banyak lagi yang lainnya, sampai fasih dalam pembacaannya.

Beliau belajar hadits dari para ulama ahli hadits di zamannya seperti Abu Ghalib Muhammad bin Hasan Al-Balakilany dan yang lainnya.

Beliau juga belajar ilmu Fiqih dari para fuqaha yang masyhur di zamannya, seperti Abu Sa’id Al-Mukharrimi.

Selanjutnya beliau belajar ilmu bahasa dan sastra kepada Abu Zakaria Yahya bin Ali Al-Tibrizi. Akhirnya, beliau mendalami berbagai disiplin ilmu pengetahuan dengan pemahaman yang mendalam : ilmu syari’at, tarekat, bahasa dan sastra; sehingga beliau menjadi pemimpin dan guru besar mazhab Hambali. Allah swt memberikan hikmah dengan perantaraan lisannya yang memberikan wejangan dalam berbagai majelisnya.

Walaupun Syekh Abdul Qadir belajar sufi kepada Syekh Hammad ad-Dabbas, tapi yang memberikan jubah darwis ( symbol dari jubah Rasulullah ) adalah Abu Sa’ad Al Mubarak bin Ali Al-Mukharrimi, ulama terbesar pada zamannya di Baghdad, pemilik madrasah di Babulijadz, yang kemudian diserahkan kepada Syekh Abdul Qadir.

Syekh Ja’far bin Hasan Al-Barzanji ( penyusun maulid Barzanji ) menulis :

Guru-guru Ilmu Fiqih Syeikh Abul Qadir :

• Abu wafa ali bin Aqiel
• Abu Khatab Al-Kalwadzani
• Muhammad bin Abu Ya’la
• Syekh Abu Sa’ad Al-Mubarak bin Muharrimi Al-Baghdadi ( guru besar Mazhab Hanafi )
• Syekh Abu Khattab Mahfudz bin Ahmad bin Hasan Al-Iraqi

Guru-guru Bahasa dan Sastra beliau :

• Syeikh At-Tibrisi
• Abu Zakarya Yahya bin Ali bin Muhammad bin Hasan Bustam As-Syaiban Al-Khotib At-Tibrizi

Guru tasawuf beliau :

• Syekh Abi Khair Hammad bin Muslim Ad-Dabbas
• Belajar di Madrasah Nizamiyah, pimpinan Imam Ghazali.

Guru-guru ilmu hadits beliau :

• Abu Muhammad bin Ja’far bin Ahmad bin Hasan Al-Baghdadi
• Abu Ghalib Muhammad bin Hasan bin Ahmad bib Hasan bin Khadzadadza Al-Baqilani
• Syekh Abu shadiq Abu Saad Muhammad bin Abdul Karim bin Kusyasyi Al-Baghdadi
• Syekh Abu Bakar Ahmad bin Muzaffar bin Husein bin Abdullah At-Tammar
• Syekh Abulqasim Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Bayan bin Razzaz
• Syekh Abu Thalib Abdulqadir bin Muhammad bin Abdulqadir bin Yusuf Al-Baghdadi Al-Yusufi, Syekh Abu Barakat

Syekh Ja’far bin Hasan Al-Barzanji berkata :

“Syekh Abdul Qadir menguasai 13 ilmu pengetahuan. Dalam berfatwa beliau selalu menggunakan dua Mazhab, yaitu Mazhab Syafi’i dan Hambali. Beliau memang terkenal sebagai fuqaha yang sangat menguasai ilmu fiqih”

Syekh Abdul Qadir bercerita :

Pada suatu pagi aku melihat Rasulullah saw. Beliau bertanya kepadaku:

”Mengapa engkau tidak bicara?”

Aku menjawab:

"Aku tiada lain adalah seorang Persia, bagaimana Aku bisa berbicara dengan bahasa arab yang indah dari Baghdad ?”

“Buka mulutmu” beliau berkata, dan kulakukan perintahnya.

Rasulullah lantas meniupkan nafasnya ke mulutku tujuh kali dan berkata:

“Pergilah, tunjukkan kepada umat manusia dan ajaklah mereka kepada jalan Allah swt dengan bijak dan kata-kata indah."

Kemudian Aku bertemu Imam Ali bin Abi Thalib dan memintaku untuk membuka mulutku, kemudian meniupkan nafasnya sendiri ke dalam mulutku sebanyak enam kali. Aku bertanya:

”mengapa anda tidak melakukannya tujuh kali seperti yang dilakukan Rasulullah saw?”

Beliau menjawab:
“karena rasa hormatku kepadanya.” kemudian beliau menghilang.

Beliau memberikan wejangan pada bulan syawal tahun 521 H di Madrasah Abu Sa’id Al-Mukhorrimi, daerah Babulijaz, Baghdad. Beliau menyuarakan secara lantang semangat zuhud. Madarasah tersebut dipadati jama’ah sampai beliau dipindahkan ke sebuah Musholla diluar Baghdad. Jama’ah yang hadir pada saat itu sangat banyak, sekitar 70.000 orang. Murid-murid yang berguru kepadanya semakin banyak, dari kalangan ahli Fiqih, ahli Hadits, para Ulama serta ahli Sufi yang memiliki derajat keistimewaan dan kemuliaan.Beliau telah menyusun banyak karya dalam bidang ushul fiqih, tasawuf dan hakikat. Di antara karya-karyanya adalah :

1. Ighatsah Al-Arifin wa Ghayah Muna Al-Washilin ( Pertolongan untuk ahli Makrifat dan tujuan ideal para ahli Makrifat ).
2. Awrad Al-Jailany wa Ad’itatih ( beberapa wirid dan doa-doa Syekh Abdul Qadir Al-Jailany )
3. Adab Al-Suluk wa Al-Tawashul ila Manazil Al-Muluk ( adab penempuhan Ruhani menuju kerajaan ilahi )
4. Tuhfat Al-Muttaqin wa Sabil Al-Arifin ( persembahan orang-orang bertaqwa dan jalan para ahli Makrifat )
5. Jala’ Al-Khathir fi Al-Bathin wa Al-zhahir ( penampakan hati tentang yang batin dan zhahir )
6. Risalah Al-Ghautsiyah ( Risalah Wali Ghauts – tingkatan wali dibawah kedudukan nabi SAW )
7. Risalah fi Al-Asma’ Al-Azhim li Al-Thariq ila Allah ( Risalah tentang beberapa nama Allah guna menuju kepadanya )
8. Al-Gunyah li Al-Thalib Al-Haqq ( Rasa kecukupan bagi para pencari Al-Haq ).
9. Al-Fathur Rabbani wal Faydur Rahmani
10. Sittin Majalis
11. Hizbul Raja’ul Intiha
12. Al-hizbul Kabir
13. Ad-Du’aul Awrad Al-fatihah
14. Ad-Du’a al-Basmalah
15. Al-Fuyudath Rabbaniyyah
16. Mi’raj Latif al-Ma’ani
17. Yawaqit Hikam Sirul Asrar

Masa Syekh Abdul Qadir Al-Jailany yaitu abad ke 5 H, adalah masa yang masyhur dengan cakrawala ilmu pengetahuan dan maju dalam bidang sastra.

Pada masa itu muncul para ulama besar dan para penulis yang handal seperti :
Abu Ishaq Al-Syairazy, Al-Ghazali, Abu Wafa bin Aqil, Abdul Qadir Al-Jurjany, Abu Zakaria Al-Tabrizy, Abu Qasim Al-Hariry, Al-Zamahsary dll.

Mereka itulah yang memenuhi abad tersebut dengan menguasai berbagai aspek rasionalitas dan berbagai orientasi. Mereka juga adalah para tokoh sastra dan intelektual. Tidak seorangpun pada masa tersebut yang bisa mewarnai masyarakatnya, kecuali harus terjun kedalam gelanggang ilmu pengetahuan yang merupakan kehidupan ilmiah dan berbagai sumber disiplin ilmu pengetahuan.
Diberbagai daerah penuh dengan tempat belajar dan halaqah pembelajaran seperti kota Baghdad.Dalam masyarakat berperadaban waktu itu tidak ada seorangpun yang terkenal dan memiliki pengaruh amat luas, kecuali seorang ulama yang sangat tinggi wawasan ilmu pengeetahuannya, kapabel dalam ilmu keagamaan dan ilmu keduniawian, bahkan para ulama selanjutnya mengakui keistimewaan tersebut dan mengklaim dia sebagai seorang ulama yang paling luas wawasan intelektualnya.

Akhlak mulia Syekh Abdul Qadir Al-Jailany Ra.

Syekh Abdul Qadir Al-Jailany Ra memiliki sifat-sifat yang terpuji dan juga mempunyai peninggalan karya ilmiah yang banyak, bahkan secara mutawatir dikenal karena berbagai daya dan karomah yang beliau miliki.Beliau selalu berpakaian khas Ulama, berselendang ( serban), menunggang keledai, berbicara di atas kursi yang tinggi. Terkadang beliau berjalan beberapa langkah di udara di atas kepala orang-orang yang hadir, lalu kembali ke kursinya. Beliau pernah berkata :

“Aku pernah melewati hari-hariku tanpa makan sama sekali. Ketika itu datang seseorang membawa sebuah wadah yang ternyata berisi sejumlah dirham dan makanan di atasnya. Aku pun mengambil sekerat roti, lalu duduk menyantapnya.”

Namun tiba-tiba di hadapanku ada secarik kertas yang bertuliskan :

“Allah swt mengatakan didalam sebagian kitab yang diturunkannya bahwa Nafsu Makan itu hanya dijadikan bagi makhluk-makhluk yang lemah agar mereka sanggup(bertenaga) untuk melaksanakan ketaatan kepada Ku. Sedangkan bagi mereka yang kuat, maka nafsu makan itu tidak perlu bagi mereka. "

Membaca tulisan itu, aku segera meninggalkan makanan itu, lantas pergi.

Suatu kali beliau bercerita tentang dirinya :

”Pada awal-awal kehidupanku, aku mengalami masa-masa sulit, namun aku hadapi dengan tabah. Kala itu, aku berpakaian dari bulu binatang, bertutup kepala dari kain jelek, dan berjalan kaki di atas duri dan onak jalanan lainnya. Yang aku makan hanya belalang, sisa-sisa sayuran dan daun-daun muda di pinggiran sungai. Aku suka pura-pura tuli dan pura-pura gila, kalau sedang berada di tengah-tengah manusia. Masa-masa pahit itu berlangsung selama beberapa tahun hingga akhirnya Allah swt merubah keadaanku.”

Pernah ada orang bertanya kepadanya :

”Bagaimana cara membebaskan diri dari ‘Ujub ( merasa bangga terhadap diri sendiri )?”

Beliau menjawab :

”Pandanglah segala sesuatu sebagai pemberian Allah swt, ingatlah bahwa Dia lah yang memberikan taufiq kepada kita sehingga dapat melakukan kebaikan, dan buanglah perasaan bahwa kita telah berbuat sesuatu. Kalau sudah demikian, niscaya kita akan selamat dari penyakit tersebut.”

Dan sewaktu ada yang bertanya kepadanya :

”Mengapa kami tidak pernah melihat lalat hinggap di bajumu?”

Beliau menjawab :

”Memangnya apa yang mau diambilnya dariku, sedangkan manisan Dunia dan madu Akhirat tidak ada padaku sedikitpun.”

Suatu kali, terdengar suara jeritan seseorang dari dalam kuburnya dan suara itu mengganggu orang-orang yang lewat disana. Lalu orang-orang melaporkan kejadian tersebut kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailany. Beliau berkata :

”Sungguh orang itu pernah melihatku sekali. Sekarang pastilah Allah merahmatinya lantaran pernah melihatku.”

Pernah suatu hari Syekh Abdul Qadir berwudhu, lalu air wudhunya itu jatuh membasahi seekor burung pipit. Burung itu diperhatikannya terbang, lalu jatuh dan mati. Melihat kejadian itu, beliau langsung mencuci bajunya lalu menjualnya, dan uang hasil penjualan itu beliau sedekahkan; seraya berkata :

“Burung itu mati lantaran air wudhukku.”

Syekh Izzudin bin Abdul Salam berkata :

”Tidak kami temukan transmisi ( naqal al-akhbar ) secara mutawatir mengenai karomah para wali seperti karomah Syekh Abdul Qadir Al-Jailany Ra”.

Demikian juga dikatakan oleh Syekh Al-Islam Ibnu Taimiyah :

“Semua Ulama dan para wali di zamannya menghormati Syekh Abdul Qadir Al-Jailany. Dalam Ilmu Fiqih, beliau melebihi Ulama segenerasi dengannya, bahkan para tokoh wali juga sangat mematuhinya; beliau diakui oleh semua kalangan Ulama dan wali. Semuanya mengangkatnya sebagai pemuka mereka; maka jelaslah bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailany adalah pemimpin para wali”.

Syekh Abdul Qadir Al-jailany Ra juga memberikan fatwa dengan Mazhab Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hanbal. Ulama-ulama di Iraq sangat kagum terhadap fatwa-fatwanya, sampai mereka berkata :

”Maha suci Zat yang telah memberi nikmat kepadanya.”

Ketika kapasitas keilmuan dan kewaliannya sudah populer, ratusan ahli fiqih dari berbagai kalangan di Baghdad berdatangan, setiap orang bertanya kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailany suatu permasalahan dari berbagai disiplin ilmu agar mereka bisa mendapat jawaban masalah tersebut dan mereka terus mendatangi majelis pengajiannya.

Suatu ketika semua jama’ah sudah duduk, mulailah Syekh berbicara. Terlihatlah dari dadanya kilat memancarkan cahaya yang tak kelihatan, kecuali oleh orang yang Allah kehendaki. Kilat tersebut melintasi ratusan hati jamaah yang kelihatan pucat pasi. Keadaan pun menjadi gaduh. Mereka berteriak serentak dan akan mengoyak pakaian dan membuka surban mereka masing-masing. Selanjutnya mereka mencoba naik keatas kursi singgasana Syekh Abdul Qadir Al-Jailany dan meletakkan kepala mereka di atas dua kaki Syekh, sehingga keadaan para jama’ah dalam majlis pengajian tersebut semakin gemuruh. Suasana menjadi riuh seakan-akan kota Baghdad tengah terjadi gempa saja.

Kemudian Syekh memeluk setiap orang dan merapatkan kedua tangan ke dadanya, dan berkata kepada salah seorang diantara mereka :

”Jika masalah anda seperti itu, maka jawabannya adalah begini…, dan jika masalah anda begini maka jawabannya begini…..”

dan seterusnya sampai ratusan masalah para jamaah tersebut tuntas dijawab oleh Syekh.

Ketika majlis pengajian berakhir, seorang diantara mereka, Muffaris bin Nabhab, bertanya kepada para jamaah :

”Bagaimana keadaan kalian waktu itu ?”

mereka menjawab :

”Ketika kami berada di tengah pengajian, kami merasa kehilangan pengetahuan kami, dan ketika Syekh memeluk kami satu persatu, seakan apa yang kami ketahui tersebut kembali hadir dalam pengetahuan kami”

Syekh Abdul Qadir Al-Jailany tidak ingin memperdaya umat dengan keajaiban dan keanehan yang mereka lihat, tetapi beliau menekankan bahwa ilmu hakikat harus sesuai dengan koridor Syari’at dan ilmu Makrifat. Dan setiap pelanggaran terhadap ilmu Syari’at merupakan lubang jalan setan dalam perilaku, walaupun ia dianggap seorang wali.

Syekh abdul Qadir Al-Jailany Ra menuturkan :

”Dalam sebagian pengembaraan, saya pergi ke suatu daerah dan berdiam disana beberapa hari tanpa menemukan air, sehingga saya merasa sangat kehausan. Dalam keadaan seperti itu, tampak mendung menyelimuti dan turunlah hujan, saya meredakan dahaga dengannya sehingga merasa segar kembali. Kemudian muncullah sosok terang di cakrawala dan berseru :

”Hai Abdul Qadir, Aku adalah Tuhanmu! Aku telah memperbolehkan kepadamu setiap yang diharamkan”

Kemudian saya berkata :

” Aku berlindung dari godaan setan yang terkutuk”

Seketika cahaya tersebut berubah gelap kembali dan sosok tersebut berubah menjadi asap. Lantas asap tersebut mengeluarkan suara :

”Hai Abdul Qadir! Kamu selamat dari godaanku, karena ilmu yang kamu miliki dengan hikmah-hikmah Tuhanmu, dan kekuatanmu dalam kemulian derajatmu, sebab pada saat ini, aku telah menyesatkan 70 ahli Thariqat”

Saya menyahut :

” Segala keutamaan dan curahan rejeki adalah milik Tuhanku”

Ada seorang yang bertanya kepada Syekh Abdul Qadir aL-Jailany Ra:“ Bagaimana anda tahu kalau itu setan?”

Syekh menjawab :

”Betulkah Dia ( Tuhan ) telah menghalalkan yang haram untukmu?”

Dalam kesempatan lain, Syekh Abdul Qadir al-Jailany memberi wejangan agar memegang teguh Kitabullah dan sunnah Rasul dan konsisten mengikuti Nabi Muhammad SAW:

”Setiap Hakikat yang tidak terlihat dasar syari’atnya adalah Zindiq. Terbanglah kepada Al-Haqq dengan dua sayap kitabullah dan Sunnah Rasul. Masuklah kepadanya dan genggamlah oleh tanganmu tangan Rasul SAW; jadikanlah beliau sebagai menteri dan guru sekaligus, eratkan tangannya agar menghiasimu, menyisirmu dan membuatmu tampil”

Suatu saat Syekh Abdul Qadir ditanya tentang “cara memperoleh Semangat” ( untuk beribadah );

Beliau menjawab :

”Caranya adalah dengan menelanjangi ( membebaskan ) diri dari kecintaan terhadap dunia, mempertautkan jiwa hanya dengan akherat, menyatukan kehendak hati dengan kehendak Allah swt dan membersihkan batin dari ketergantungan kepada makhluk.”

Saat ditanya tentang “Menangis”;

Beliau berkata:

”menangislah kamu karena Allah swt, menangislah karena jauh darinya dan menangislah untuknya.”

Saat ditanya tentang “Dunia”;

Beliau berkata:

”Keluarkanlah ia dari hatimu kedalam tanganmu! Dengan begitu ia tidak mencelakakanmu.”

Dan ketika ditanya tentang “Syukur”,

beliau berkata:

”Hakikat Syukur adalah mengakui dengan penuh ketundukan terhadap nikmat si Pemberi nikmat, mempersaksikan karunianya dan memelihara kehormatannya dengan menyadari, sesungguhnya bahwa kita tidak akan sanggup untuk bersyukur dalam artian yang sebenarnya.”

Beliau berkata:

”Orang miskin yang sabar karena Allah swt menghadapi kemiskinannya adalah lebih baik daripada orang kaya yang bersyukur kepadanya. Orang Miskin yang bersyukur adalah lebih baik dari kedua orang di atas. Sedangkan Orang Miskin yang sabar dan bersyukur adalah lebih baik dari mereka semua. Tidak ada yang sabar menjalani Ujian, kecuali orang yang tahu akan hakikat ujian tersebut.”

Ketika ditanya tentang al-Baqa ( keabadian),

beliau menjawab :

”Tidaklah keabadian itu melainkan dengan perjumpaan dengan Allah swt, sedangkan perjumpaan dengan Allah swt itu adalah seperti kedipan mata, atau lebih cepat dari itu. Di antara ciri orang yang akan berjumpa dengan tuhannya adalah tidak terdapat sesuatu yang bersifat fana pada dirinya sama sekali. Sebab keabadian dan fana adalah dua sifat yang saling bertolak belakang.”

Beliau pernah berkata :

”Makhluk adalah tabir penghalang bagi dirimu, dan dirimu adalah tabir penghalang bagi tuhanmu. Selama kamu melihat makhluk, selama itu pula kamu tidak melihat dirimu, selama itu pula kamu tidak melihat tuhanmu.”

Di antara akhlak beliau yang sangat mulia dan agung adalah selalu berada disamping orang-orang kecil dan para hamba sahaya untuk mengayomi mereka. Beliau senantiasa bergaul dengan orang-orang miskin, sambil membersihkan pakaian mereka. Beliau sama sekali tidak pernah mendekati para pembesar atau para pembantu Negara. Juga sama sekali tidak pernah mendekati rumah seorang menteri atau raja.

Suatu saat Syekh Abdul Qadir Al-Jailany mengungkapkan ilham batinnya dalam pengajiannya, meski yang hadir jumlahnya mencapai 70.000 orang. Cerita ini sudah banyak yang meriwayatkan secara mutawatir.

Syekh Abu Bakar Al’Imad berkata :

“Tatkala aku membaca mengenai permasalahan dasar-dasar agama, aku terjerembab dalam keraguan, sampai aku telat mengikuti pengajian Syekh Abdul Qadir.

Setelah aku berlalu, dia bicara :

“Akidah kita adalah akidah Salaf yang shaleh dan sahabat.”

Aku sepakat dengan tutur katanya; kataku dalam hati. Dia kemudian berbicara sembari menengok ke arahku dan beliau mengulangi sampai tiga kali, lalu beliau berkata :

”Hai Abu Bakar! Ayahmu telah datang” sedangkan ayahku sudah tiada, hingga aku berdiri bergegas. Jika Syekh memalingkan kepalanya dariku, maka ayahku datang.

Begitu juga Al-Syuhrawardy bercerita hal yang sama :

”Aku berniat menekuni dasar-dasar agama, aku berkata kepada diriku sendiri bahwa aku perlu minta nasihat kepada Syekh Abdul Qadir, lalu aku datangi beliau."

Lantas beliau berbicara kepadaku sebelum aku mengutarakan niatku :

”Hai Umar, apa persiapan menuju kematian? Hai Umar, apa saja persiapan menuju kematian?”

Kala Syekh Abdul Qadir Al-Jailany masih muda, yakni ketika menekuni ilmu, dan menapaki “Hal”( kondisi ruhani ), serta berpetualang ke padang pasir siang malam, selalu terlihat dengan wajah serius, sampai beliau mendengar para pengembara padang pasir berteriak dahsyat, hingga beliau mengira mereka mati. Setelah itu, beliau berkeinginan kuat untuk keluar dari Baghdad, lalu beliau mendengar suara dari jauh ;”kembali kepada manusia karena dirimu punya daya guna”

Cerita diatas menggambarkan betapa beliau dicintai banyak jama’ah nya; mereka kembali kepada agama melalui kefigurannya, dan banyak orang nasrani dan yahudi yang masuk islam melalui tangannya.

Ada cerita dari Abu Al-Tsana’ Al-Nahramulky :

Kami mendapat cerita bahwa lalat tidak mau menghinggapi Syekh Abdul Qadir. Lalu aku mendatangi beliau, beliau berkata :

”Apa yang telah diperbuat lalat terhadapku? Tidak ada racun dunia dan pula madu akhirat.”

Beberapa Gelar Syeikh Abdul Qadir

• Muhyiddin was Sunnah ( Tokoh yang menghidupkan agama dan sunah )
• Al-Imamuz zahid ( Pemimpin yang zuhud dalam kehidupannya )
• Al-Ariful Qudwah ( Gelar untuk seorang tokoh yang termasyhur dan menjadi suri teladan)
• Syaikhul Islam
• As-Sultanul Awlia ( Pemimpin para wali )
• Al-Asfiya ( Imam para sufi)• Wali Quthb.

Murid-murid Syekh Abdul Qadir Al-Jilany

• Syekh Abu Ali bin Musallam bin Abi Al-Jud Al-Farisi Al-Iraqi
• Syekh Abu Abdullah Muhammad bin Abu Ma’ali bin Qayyid Al-Awwani
• Syekh Abu Qasim Abdul Malik bin Isa bin Dirbas
• Syekh Abu Muhammad Abdul Ghani bin Abdul Wahid bin Ali As-Surur
• Syekh Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah bin Miqdam bin Nassar Al-Maqdisi
• Syekh Abu Ma’ali Ahmad bin Abdul Ghani bin Muhammad bin Hanifah Al-Bajisrani
• Abul Mahasin Umar bin Ali bin Khidhr Al-Quraisyi

Wafatnya Syekh Abdul Qadir Al-Jailany

Periode pertama dalam hidupnya, diisi dengan menuntut ilmu sekaligus mengumpulkan dan menyusun karya dari ilmu tersebut. Sampai ketika menginjak usia 40 tahun, beliau membuka pengajian mengenai ilmu kalam dan konsultasi keagamaan pada sekolahnya di Babulizaj, Baghdad, yaitu sejak tahun 521-561 H.Sekian lama beliau mengajar dan memberi fatwa di madrasahnya, yaitu selama 33 tahun, sejak 528 H- 561 H. beliau tidak menyisakan waktu kecuali untuk menginfaqkan ilmu dan semangatnya dari pengajaran sampai memberi teladan zuhud, ibadah dan makrifat. Usia Syekh Abdul Qadir Al-Jailany 91 tahun saat wafat pada tanggal 11 Rabiul Akhir tahun 561 H/ 1166 M, dan dimakamkan di perguruannya di Babulizaj, Baghdad. Pengelolaan madrasah diteruskan oleh anak-anak beliau; Abdul Wahhab ( 552 H/ 1151 M – 593 H/ 1197 M) dan Abdul Salam ( 548 H/1151 M – 611 H/1213 M).

Di masa Abdul Salam, Tareqat Qadariyah berkembang pesat.

Wasiat dan Nasihat Syekh Abdul Qadir Al-Jailany.

• Ikutilah Sunnah rasul dengan penuh keimanan , patuhlah selalu kepada Allah swt dan Rasulnya, janganlah melanggar. Junjung tinggi tauhid, jangan menyukutukan Allah swt, selalu sucikan Allah swt, dan jangan berburuk sangka kepadanya. Pertahankanlah kebenarannya, jangan ragu sedikitpun. Bersabarlah selalu, jangan menunjukkan ketidak sabaran. Beristiqomahlah dengan berharap kepadanya; bekerja samalah dalam ketaatan, jangan berpecah belah. Saling mencintailah, dan jangan saling mendendam.

• Tabir penutup kalbumu tak akan tersibak selama engkau belum lepas dari alam ciptaan; tidak berpaling darinya dalam keadaan hidup selama hawa nafsumu belum pupus; selama engkau melepaskan diri dari kemaujudan dunia dan akhirat; selama jiwamu belum bersatu dengan kehendak Allah swt dan cahayanya. Jika jiwamu bersatu dengan kehendak Allah swt dan mencapai kedekatan denganNya lewat pertolonganNya. Makna hakiki bersatu dengan Allah swt ialah berlepas diri dari makhluq dan kedirian; serta sesuai dengan kehendaknya tanpa gerakmu; yang ada hanya kehendaknya. Inilah keadaan fana dirimu; dan dalam keadaan itulah engkau bersatu denganNya; bukan dengan bersatu dengan ciptaannya.

Sesuai Firman Allah swt :

”Tak ada sesuatupun yang serupa dengannnya. Dan dialah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat”

( Dikutip dari buku Rahasia dibalik Rahasia dan Al-Kisah no. 10 / tahun III / 9-22 Mei 2005 )

LINK ASAL :
https://www.facebook.com/groups/kiss.donk/permalink/641418155895942/

0642. MANAQIB SYEKH ABUL HASAN ASY_SYADZILI

0 komentar
• Tahta Alfina


Assalaamu'alaikum .

MANAQIB SYEKH ABUL HASAN ASY_SYADZILI

Sayyidina Syeikh Abul Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Asy Syadzili Al Maghribi Al-Hasani Al Idrisi lahir di Ghamarah, desa dekat Sabtah, Maroko, Afrika Utara pada tahun 591 H / 1195 M. Sebutan Asy Syadzili itu sendiri, menurut sebagian ulama adalah daerah tempat dimana beliau banyak menimba ilmu saat mudanya.

Beliau secara nasab bersambung hingga Rasulullah SAW melalui puterinya Sayyidatuna Fatimah Az-Zahrah. Keistimewaan nasab ini tampak dalam budi pekerti beliau yang indah lagi terpuji dan mengagumkan banyak orang, sehingga mereka banyak mengambil pelajaran dan hikmah dari beliau.Pada masa kecilnya, beliau sudah dibekali oleh orang tuanya dasar-dasar ajaran agama, kemudian berguru kepada ulama dan sufi besar pada masa itu, yakni Syeikh Abdul Salam bin Masyisyi. Dari gurunya ini pula, kemudian beliau dikirim kepada ulama besar yang tinggal di Syazilia, Tunisia. Keberangkatan beliau ke Syazilia ini merupakan awal dari pengembaraan sufistiknya. Hingga setelah mendapatkan banyak ilmu dari gurunya di Syazilia, beliau ditugaskan gurunya untuk mengembangkan ilmunya di Iskandaria, Mesir.Sebelum pindah untuk berguru ke Syazilia, nama Syekh Abul hasan Asy Syazili sudah demikian harumnya; karena itu berita kedatangan beliau telah mengundang perhatian masyarakat, sehingga mereka menantikan kedatangan beliau. Demi mendengar hal itu, maka dengan ditemani oleh Syekh Abu Muhammad Abdullah bin Salamah, beliau memilih jalur lain dab mengasingkan diri di Pegunungan Zagwan untuk bisa berhubungan secara sembunyi-sembunyi dengan gurunya di Syazilia.

Begitulah setelah lama berkhalwat di Zagwan; pada akhirnya beliau diperintahkan gurunya agar turun gunung dan berdakwah di masyarakat. Sudah barang tentu masyarakat yang ingin melihat dan berguru kepadanya datang berduyun-duyun, bahkan diantara mereka banyak para pejabat Negara yang hadir. Setelah itu beliau diutus gurunya ke Iskandaria. Dan rupanya kota ini menjadi akhir dari pengembaraan beliau, sebab disitu pula; setelah lama membimbing masyarakat, beliau akhirnya wafat dan dimakamkan disana.Selama berada di Tunisia, beliau bersahabat dan banyak berdiskusi dengan para Ulama dan kaum Sufi besar disana. Di antara mereka terdapat :

• Syekh Abul Hasan Ali bin Makhluf As Syazili
• Abu Abdullah Al Shabuni
• Abu Muhammad Abdul Aziz Al-Paituni
• Abu Abdillah Al Binai Al Hayah
• Abu Abdillah Al-Jarihi

Sedangkan diantara murud-murid beliau di Tunisia, dimana sebagian mereka adalah para Ulama kenamaan’ yaitu :

• Izzudin bin Abdul Salam
• Taqiyudin bin Daqiqi’id
• Abul Adhim Al-Munziri
• Ibnu Shaleh
• Ibnu Hajib
• Jamaluddin Usfur
• Nabiuddin bin Auf
• Muhyiddin bin Suraqah
• Ibnu Yasin

Diantara kemuliaan beliau, sebagaimana kesaksian sahabat seperjalanannya, bahwa diutusnya Syekh Abul Hasan Ali As Syazili oleh gurunya agar berangkat menuju Iskandaria, karena di kota itu telah menunggu 40 Waliyullah untuk meneruskan pelajaran kepada beliau.

Dasar-dasar Pemikiran Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

• Seseorang yang ingin mendalami ajaran tasawuf, maka terlebih dahulu harus mendalami dan memahami ajaran Syari’ah.

• Beliau mengajarkan ajaran Tasawuf kepada murid-muridnya dengan menggunakan 7 kitab; yaitu :
1. Khatam Al Auliyah karya Al Hakim At Tirmidzi ( menguraikan tentang masalah kewalian dan Kenabian )
2. Al Mawaqif wa Al Mukhatabah karya Syekh Muhammad bin Abdul Jabbar An Nifari ( menguraikan tentang kerinduan Tokoh sufi kepada Allah swt )
3. Qutub Qulub karya Abu Tholib Al Makki ( menguraikan pandangan tokoh sufi yang menjelaskan Syari’at dan hakikat bersatu )
4. Ihya Ulumuddin karya Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali ( Paduan antara Syari’at dan Tasawuf )
5. Al Syifa’ karya Qadhi Iyadh ( dipergunakan untuk mengambil sumber Syarah-syarah dengan melihat tasawuf dari sudut pandang Ahli Fiqih )
6. Ar Risalah Qusyairiyah karya Imam Qusyairi ( dipergunakan beliau untuk permulaan dalam pengajaran Tasawuf )
7. Ar Muhararul Wajiz dan Al Hikam karya Ibnu Aththa’illah ( melengkapi pengetahuan dalam pengajian )

Wafatnya Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

Beliau wafat pada tahun 656 H / 1258 M di Homaithira, Mesir. Hingga kini makamnya masih selalu diziarahi, baik oleh pengikut tarekat Syaziliyah atau bukan; yang menganggapnya sebagai waliyullah.

Karya Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili :

• Majmu’atul Ahzab ( Kumpulan Hizib-wirid )
• Mafakhirul ‘Aliyah
• Al Amin
• As Sirrul Jalil fi Khawashi Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil
• Hizbus Syadzili ( partai terkenal di Afrika )

Pendapat Ulama tentang Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili :

• Al-Manawi berkata : ketika ditanya orang siapa Syekh nya; Syekh Abu Hasan Ali menjawab :
“Adapun pada masa lalu, Syekh Abdus Salam Masyisy, sekarang aku minum dari sepuluh lautan, lima diantaranya di langit dan lima di bumi.”

• Al-Mursi berkata :
“Allah swt pernah membukakan tabir pemandanganku, maka Ku lihat Syekh Abu Madyan bergantung di tiang Arasy.

Aku mengajukan pertanyaan :
”Berapa banyak ilmu anda?”

Dia menjawab :
”71”

Aku bertanya lagi :
“Apa Jabatanmu?”

Dia menjawab :
”Khalifah keempat dan pemimpin 7 wali Abdal "

Kutanya lagi :
”Bagaimana pendapatmu tentang Abu Hasan Asy-Syazili?”

Dia menjawab :
”Dia lebih dari padaku dengan 40 Ulama, dia Adalah samudera tidak bertepi.”

• Abu Abdullah As-Syatibi berkata :
“ Aku setiap malam mengadakan hubungan dengan Syekh Abu Hasan beberap kali. Aku mohon berbagai hajat kepada Allah swt, dengan perantaraannya. Ternyata hajatku dikabulkan Allah swt. Pada suatu malam, aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. Aku bertanya kepada beliau :

”Wahai Rasulullah saw, relakah rasul kepada Abu Hasan. Aku selalu bermohon kepada Allah swt dengan perantaraan beliau, ternyata doa’ ku makbul. Bagaimana pendapat Rasulullah tentang dirinya?

Beliau bersabda :

“Abu Hasan itu adalah putraku, secara rohaniah. Anak adalah bagian dari Ayah. Siapa yang berpegang kepada sebagian, berarti sesungguhnya berpegang pada semua. Apabila kamu meminta kepada Allah swt dengan perantaraan Syekh Abu Hasan, maka sesungguhnya kamu telah memohon kepada Allah swt dengan perantaraanku.”

Wasiat dan Nasihat Syekh Abul Hasan Ali Asy Syadzili

• Jika Kasyaf bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunah, tinggalkanlah Kasyaf dan berpeganglah pada Al Qur’an dan Sunah. Katakana pada dirimu : Sesungguhnya Allah swt menjamin keselamatan saya dalam kitabnya dan sunah Rasulnya dari kesalahan, bukan dari Kasyaf, Ilham, maupun Musyahadah sebelum mencari kebenarannya dalam Al Qur’an dan Sunah terlebih dahulu.

• Kembalilah dari menentang Allah swt, maka engkau menjadi Ahli Tauhid. Berbuatlah sesuai dengan rukun-rukun Syara’, maka engkau menjadi Ahli Sunah. Gabungkanlah keduanya, maka engkau menuju kesejatian.

• Jika engkau menginginkan bagian dari anugerah para wali, berpalinglah dari manusia kecuali dia menunjukkanmu kepada Allah swt dengan cara yang benar dan tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunah.

• Seandainya kalian mengajukan permohonan kepada Allah swt, sampaikan lewat Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghazali. Kitab Ihya Ulumuddin Al Ghazali mewariskan Ilmu; sedangkan Qutub Qulub Al Makki mewariskan cahaya kepada kalian.

• Ketuklah pintu zikir dengan hasrat dan sikap sangat membutuhkan kepada Allah swt melalui kontemplasi, menjauhkan diri segala hal selain Allah swt. Lakukanlah dengan menjaga rahasia batin, agar jauh dari bisikan nafsu dalam seluruh nafas dan jiwa, sehingga kalian memilki kekayaan rohani. Tuntaskan lisanmu dengan berzikir, hatimu untuk tafakur dan tubuhmu untuk menuruti perintah-Nya. Dengan demikian kalian bisa tergolong orang-orang saleh.

• Manakala zikir terasa berat di lisanmu, sementara pintu kontemplasi tertutup, ketahuilah bahwa hal itu semata-mata karena dosa-dosamu atau kemunafikan dalam hatimu. Tak ada jalan bagimu kecuali bertobat, memperbaiki diri, hanya menggantungkan diri kepada Allah swt dan ikhlas beragama.

Sumber :Al Kisah No. 08 / Tahun II / 12 – 25 April 2004

WALLOHU A'LAM .

LINK ASAL :
https://www.facebook.com/groups/kiss.donk/permalink/637963766241381/

0587. MANAQIB SAYYIDATUNAA FATHIMAH AZ ZAHRA

0 komentar
• Tahta Alfina


Assalaamu 'alaikum

MANAQIB SAYYIDATUNAA FATHIMAH AZ ZAHRA

Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra ra putri Rasulullah saw ,beliau adalah Al-Batul ( yang hidup hanya untuk beribadah ), wewangian Rasulullah saw, ibundanya Sayyidatuna Khadijah binti Khuwailid Ummul Mukminin istri Rasulullah saw mengandung beliau saat berusia 50 tahun; beliau merupakan putri ke empat Rasulullah saw. Beliau adalah anak Rasulullah saw yang hidup paling akhir, karena itulah beliau dapat menyaksikan wafatnya Rasulullah saw; dan beliau adalah orang yang pertama kali menyusul wafatnya Rasulullah saw.Rasulullah saw amat gembira sekali dengan kelahiran Sayyidatuna Fathimah ra yang merupakan pembawa kabar gembira dan nasib baik yaitu pada hari orang-orang Quraisy merampungkan pembangunan Baitul Haram dan masing-masing pemuka Quraisy ingin mendapat kehormatan meletakkan Hajar Aswad di tempat asalnya. Terjadilah perselisihan diantara mereka dan nyaris terjadi saling membunuh di antara mereka. Kemudian mereka sepakat untuk menjadikan hakim diantara orang yang lebih dahulu masuk masjid. T
ernyata orang yang pertama kali masuk masjid adalah Muhammad Rasulullah saw; maka mereka berkata :“Ini adalah Muhammad Al-Amin ( yang sangat dipercaya ). Sungguh kami rela dia bertindak sebagai hakim pemutus perkara”
Ketika Muhammad Raulullah saw mengetahui sebab terjadinya perselisihan diantara mereka, maka baeliau berkata :“Letakkan Hajar Aswad itu di atas pakaian ini”.
Lalu beliau membentangkan pakaiannya. Mereka pun melakukannya. Kemudian beliau berkata ;“Saya minta masing-masing para pimpinan kabilah memegang ujung pakaian ini, dan angkatlah Hajar Aswad ini bersama-sama”.
Maka merekapun melakukannya, lalu beliau mengambil Hajar Aswad ketika mereka sudah mengangkatnya dan beliau letakkan di tempatnya; dan keputusan ini tidak ada yang menentang beliau dan padamlah perselisihan mereka. Kemudian Rasulullah saw pulang ke rumahnya dan beliau mendapati istrinya Sayyidatuna Khadijah telah melahirkan Sayyidatuna Fathimah, timbul rasa gembira dan bahagia luar biasa dengan kelahiran putrinya ini. Beliau memberi nama Fathimah ( yang menyapih ) dengan harapan agar kelak ia menjadi seorang ibu serta bisa menyapih anak-anaknya,.
Sayyidatuna Fathimah tumbuh dewasa di dalam naungan dakwah, beriman kepada Allah dan Rasulnya, hidup di sisi Rasulullah saw dengan terus membantu beliau, mengawasi beliau dan memperhatikan penentangan, kebencian dan perlakuan buruk orang-orang Quraisy terhadap Rasulullah saw. Beliau selalu berusaha menolong ayahnya, bersikap tabah dan terus membelanya.Dan tatkala ibundanya Sayyidatuna Khadijah ra wafat, maka menjadi berlipat gandalah beban berat hidupnya; karena itu beliau mendapat sebutan “Ummu Abiba” ( ibu bagi ayahnya ).
Ketika seorang kafir Quraisy bernama Uqbah bin Mu’aith meletakkan isi perut kambing diatas kepala Rasulullah saw yang sedang sujud di bawah naungan Ka’bah; dengan cepat Sayyidatuna Fathimah menyingkirkannya dari kepala beliau dan mencaci maki Uqbah serta menantang sikap kasar dan kesombongannya.Sayyidatuna Fathimah telah ikut serta mengalami peristiwa-peristiwa kerasulan, hidup mengiringi masa-masa kerasulan, ikut merasakan besarnya beban berat yang harus dipikul Nabi saw dan beliau bersabar menghadapi pahit getirnya penderitaan itu. Beliau merasa sedih sekali dan menangis melihat apa yang telah menimpa Nabi saw. Rasulullah selalu menenangkan kegelisahan puterinya, menghilangkan kesusahannya dan memberinya kabar gembira akan datangnya pertolongan Allah swt.Saat terjadi peristiwa pemblokadean keluarga Rasulullah saw oleh orang-orang kafir Quraisy di sebuah bukit; Sayyidatuna Fathimah jatuh sakit dan ibundanya Sayyidatuna Khadijah sangat menghawatirkan kondisi anak perempuannya yang masih kecil itu. Semua keluarga Rasulullah saw ikut menderita akibat blokade orang-orang kafir Quraisy.Sayyidatuna Khadijah sendiri terserang penyakit berat dan merasakan ajalnya sudah dekat. Ketika Sayyidatuna Khadijah wafat, Rasulullah saw merasakan duka dan pahitnya perpisahan dengan seorang wanita yang amat agung, yang telah memberi keteguhan hati beliau, memberi motivasi serta pertolongan kepada beliau.Ketika Rasulullah saw terluka dalam perang Uhud; Sayyidatuna Fathimah ra segera mendekati ayahnya dan melihat wajahnya yang mulia bercucuran darah, beliau pun memberikan pertolongan dan mencoba menghentikan darah yang keluar dengan ke dua tangannya, namun tidak berhasil. Sementara Sayyidina Ali bin Abu Thalib menuangkan air ke wajah Nabi saw, namun darah tetap keluar. Maka beliau mengambil potongan tikar yang sudah lama dan membakarnya. Setelah menjadi abu, maka abu tersebut beliau tempelkan ketempat luka Rasulullah saw, hingga darah tersebut menjadi tertahan dan berhenti ( HR. Buhhari, Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad )
Sayyidina Ali bin Abu Thalib meminang Sayyidatuna Fathimah ra.
Diriwayatkan dari Abdillah bin Buraidah dari ayahnya bahwa ia pernah berkata : Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar pernah meminang Sayyidatuna Fathimah, maka Rasulullah saw bersabda :”Sesungguhnya ia masih kecil”.
Kemudian Sayyidina Ali ra meminangnya, maka Rasulllah saw menikahkan Sayyidatuna Fathimah dengannya. Diriwayatkan dari Imam Thabroni bahwa Rasullah bersabda :
(إنّ اللّه تعالى أمرني أن أزوّج فاطمة من عليّ. ( رواه الطبراني )
“Sesungguhnya Allah swt telah memerintahkan kepadaku agar menikahkan Fathimah dengan Ali”.
Sayyidina Ali telah menyiapkan sebuah rumah sebagai tempat untuk menyambut calon istrinya. Putra-putri Bani Abdul Muthallib sangat merasa gembira sekali sebagaimana kebahagiaan itu meliputi para sahabat Anshar dan Muhajirin.Telah diriwayatkan dari Atho’ bin As Sa’ib dari ayahnya dari Sayyidina Ali ra, bahwa beliau berkata :
“Rasulullah saw telah memberi perlengkapan kepada Fathimah berupa khomil ( kain beludru yang terbuat dari kapas ), geriba ( tempat minum dari kulit ) dan bantal yang berisi rumput idzkir ( sejenis rumput yang basah dan berbau harum )."
Dalam riwayat lain dari Sayyidina Ali ra, bahwasanya ketika Rasulullah saw mengawinkan dirinya dengan Sayyidatuna Fathimah, maka beliau membekali Sayyidatuna dengan Khomilah ( kain beludru ), bantal yang berisi sabut, dua alat penggiling, siqo’ ( wadah air dari kulit ) dan dua tempayan air.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwa beliau berkata:“Ketika Rasulullah saw, menikahkan Sayyidatuna Fathimah dengan Sayyidina Ali, maka sesuatu yang dihadiahkan Rasulullah kepada Fathiimah adalah ranjang tempat tidur yang diikat dengan tali yang terbuat dari daun kurma dan bantal yang berisi sabut, serta geriba.
Ibnu Abbas berkata lagi : “Orang-orang datang membawa kerikil pasir, kemudian mereka letakkan merata di dalam rumah pengantin ."( Hadits ).
Demikianlan pernikahan berlangsung dengan biaya relative sedikit serta ongkos yang amat murah, dan terlaksana dengan penuh keramahan, kemudahan serta penuh kebaikan.
Kehidupan Sayyidatuna Fathimah ra di rumah suaminya.
Sayyidina Ali Kw adalah seorang faqir yang tidak memiliki apa-apa. Kehidupan dirinya bersama Sayyidatuna Fathimah ra dalam keadaan serba sulit. Keadaan tubuh Sayyidatuna Fathimah yang lemah akibat penderitaan beliau yang pernah dialami ketika terjadi pemblokadean kaum muslimin dibukit berupa kelaparan dan embargo ekonomi. Dan setelah bebas dari pemblokadean, Sayyidatuna fathimah menanggung penderitaan dan kepayahan hidup serta ikut bersama Nabi saw, menanggung perlakuan jahat orang-orang kafir Quraisy. Beliau hijrah ke kota Madinah dalam keadaan kedua kaki berdarah dan tinggal di rumah suaminya Sayyidina Ali kw yang alim dan wara’, seorang mujtahid yang dalam keterpaksaannya ia tidak pernah dapat menjamin untuk bisa makan pagi atau sore, maka Sayyidatuna Fathimah pun mengikuti suaminya dengan rela sepenuhnya.Sayyidina Ali kw selalu membantu pekerjaan istrinya semampunya, karena beliau tidak mampu membayar seorang pelayan yang dapat membantu tugas istrinya. Diriwayatkan dari Sayyidina Ali kw, bahwa beliau pernah berkata kepada Ibnu Ummi Abd :
“Maukah Kuceritakan kepadamu tentang diriku bersama putri Rasulullah saw, ia adalah keluarga Rasulullah saw yang amat beliau cintai. Suatu hari ia pernah berada disampingku, lalu ia menggiling dengan alat penggiling sampai alat itu menimbulkan bekas ditangannya. Ia juga mengambil air dengan geriba sampai alat itupun membekas pada lehernya. Ia juga menyapu rumah sehingga pakaiannya penuh dengan debu. Ia pun memasak dengan periuk sehingga pakaiannya menjadi sangat kotor.”
Diriwayatkan dari Sayyidatuna Fathimah ra, bahwa beliau berkata :
“Sungguh kedua tangan saya menjadi tebal dan kasar karena alat penggiling, kadangkala aku membuat tepung dan kadangkala aku membuat adonan.” (HR. Ad Daulabi, Ahmad dan Turmudzi )
Suatu ketika kaum muslimin menang dalam peperangan dan berhasil menawan beberapa tawanan wanita; saat itu Sayyidina Ali kw berkata kepada Sayyidatuna Fathimah :
“Pergilah dan mintalah seorang tawanan wanita yang dapat menolong pekerjaanmu dan saya kira Nabi saw tidak akan menolak permintaanmu karena kedudukanmu yang dekat dengan beliau.”
Maka Sayyidatuna Fathimah ra mematuhi perintah suaminya dan berangkat ke tempat Nabi saw. Maka Nabi saw bertanya kepadanya :“Ada apa wahai putriku?”
Sayyidatuna Fathimah menjawab :“Saya hanya datang untuk mengucapkan selamat kepada ayah.”
Beliau malu untuk meminta sesuatu dari ayahnya sendiri; lalu beliau kembali ke rumahnya. Ketika Sayyidina Ali kw mengetahui keadaan ini, maka beliau mengantar Sayyidatuna Fathimah pergi ke tempat Nabi saw dan mengutarakan niatnya untuk meminta seorang tawanan wanita yang dapat membantu pekerjaan Sayyidatuna Fathimah di rumah, karena ia kelihatan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya sendirian. Maka Rasulullah saw menjawab :
“Tidak, Demi Allah aku tidak akan memberi kalian, sementara aku membiarkan Ahlus Shuffah ( orang-orang fakir yang tinggal diserambi masjid ) dalam keadaan perut mereka terlipat. Aku tidak mendapatkan sesuatu yang akan kubelanjakan untuk mereka, tapi akan menjual para tawanan itu lalu akan kubelanjakan hasilnya untuk Ahlus Shuffah.”
Dalam riwayat lain dari sanad Abi Umamah dari Sayyidina Ali kw, bahwasanya Rasulullah bersabda :
“Bersabarlah engkau wahai Fathimah! Sesungguhnya wanita yang paling baik adalah yang bisa memberi manfaat bagi keluarganya.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda :
“Maukah kalian kuberitahu mengenai sesuatu yang lebih baik daripada sesuatu yang telah kalian minta kepadaku? Ada beberapa kalimat yang diajarkan kepadaku oleh Jibril yaitu setiap selesai menjalankan sholat, hendaklah kalian membaca tasbih 10x, membaca tahmid 10x serta membaca takbir 10x. dan ketika kalian beranjak ketempat tidur, maka hendaklah kalian membaca tasbih 33x, membaca tahmid 33x serta membaca takbir 33x.(HR. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Ahmad, Ad Darimi dan Abu Nua’im).
Kepribadian Sayyidatuna Fathimah Az Zahra.
Beliau hidup sebagai sosok wanita yang giat dan yang teguh, suatu kehidupan yang seluruhnya merupakan hasil tempaan kasih sayang serta perhatian dari dua orang tua yang sangat mulia keturunannnya, budi pekertinya, kebangsawanan dan nasabnya. Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra selalu belajar di rumah kedua orang tuanya tentang sesuatu yang tidak dipelajari oleh anak perempuan selainnya di kota Makkah, yaitu berupa ayat Al-Qur’an dan tradisi-tradisi yang tidak mungkin orang-orang sekitar mereka menanggungnya, baik mereka yang ahli ibadah ataupun yang lainnya.
Disamping itu, Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra juga mempelajari apa saja yang dipelajari oleh anak-anak perempuan yang lain. Maka tidaklah heran bila beliau pernah membalut luka-luka ayahnya ketika perang Uhud, dan beliau melakukan sendiri pekerjaan-pekerjaan rumahnya serta beliau tidak pernah dibantu oleh seorang wanitapun di dalam sebagian besar masa hidupnya.Beliau tumbuh dewasa dan berkembang di tengah rumah tangga yang suci ini adalah seorang wanita yang berilmu, mempunyai keistimewaan dan menjiwai ilmu-ilmu Al-Qur’an, makna-maknanya seta isi kandungannya. Beliau tumbuh dewasa dalam ketenangan, kesederhanaan, dan perasaan cukup beliau dengan kemuliaan nasabnya; memiliki kemauan yang kuat, semamgat yang gigih dan jiwa yang mulia.Beliau menjunjung tinggi hubungan nasab dirinya dengan ayahnya dan merasa gembira sekali terhadap kemiripan anak-anaknya dengan ayah beliau. Beliau selalu menyebut-nyebut hal ini pada waktu menimang.Fithroh keagamaan pada diri Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra ra, merupakan fithroh yang telah diwarisi dari kedua orang tuanya yang mulia. Beliau sangat hati-hati sekali menjaga perintah agama yang telah diyakininya, sehingga selalu waspada dan selalu bertindak paling hati-hati ( Al-Ahwath ) didalam setiap urusan. Beliau adalah orang yang paling mirip ayahnya dalam gaya berjalannya, ucapan dan pebicaraannya. Sayyidatuna A’isyah ra berkata tentang Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra :
“Saya tidak pernah melihat seorangpun yang gaya berjalannya, ketenangan dan tingkah lakunya mirip dengan Rasulullah saw daripada Fathimah putri Rasulullah saw pada waktu ia berdiri dan duduk.”( HR. Turmudzi, Abu Daud dan Nasa’i )
“Ketika Fathimah masuk ke tempat Rasulullah saw. Maka Rasulullah pun berdiri menyambutnya, lalu menciumnya kemudian mendudukkannya di tempat duduk beliau; dan apabila Nabi saw masuk ke tempat Fathimah ra, maka iapun berdiri menyambut beliau, lalu mencium beliau kemudian mempersilahkan beliau duduk di tempat duduknya.”( HR. Turmudzi, Abu Daud dan Nasa’i )
“Sayyidatuna Aisyah merasa aneh ketika sikap Sayyidatuna Fathimah seperti orang biasa, pada waktu beliau melihat Sayyidatuna Fathimah menangis kemudian terus tertawa disisi Rasulullah saw, sewaktu beliau sakit menjelang wafatnya. Kemudian Sayyidatuna Aisyah baru tahu bahwa Sayyidatuna Fathimah menjadi tertawa karena telah mendengar dari ayahnya bahwa ia adalah orang yang pertama kali diantara keluarganya yang akan menyusul ayahnya.”( HR. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Nasa’i, Ibnu Sa’ad, Hakim dll )
Kedudukan Sayyidatuna Fathimah disisi Rasulullah saw.
Rasulullah bersabda :
فاطمة بضعة منّي فمن أغضبها فقد أغضبني. ( رواه البخارى )
“Fathimah adalah bagian darah dagingku, barangsiapa yang membuatnya marah maka ia telah membuatku marah.”( HR. Bukhari )
Diriwayatkan dari Zaid bin Arqam bahwa ia berkata ; Rasulullah saw pernah berkata kepada Sayyidina Ali, Sayyidatuna Fathimah, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein :
انا حرب لمن حاربتم وسلم لمن سا لمتم ( رواه احمد، التر مذى، إبن هباّن و الحاكم )
”Saya memerangi orang-orang yang kalian perangi dan saya berdamai dengan orang-orang yang kalian ajak berdamai.”( HR. Ahmad, Turmudzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim, serta shahih menurut Ibnu Hibban dan Al-Hakim )
Keistimewaan Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra.
كمل من الرّجال كثيرا ولم يكمل من النّساء إلاّ مريم بنت عمران وآسية امرأة فرعون و خديجة بنت خويلد و فا طمة بنت محمّد و فضل عائسة على النّسآء كفضل الثريد على سائر الطعام. ( رواه البخارى و مسلم )
“Banyak dari kaum lelaki ( para hamba Allah swt ) yang sempurna, dan tidak ada dari kalangan kaum perempuan ( hamba Allah swt ) yang sempurna kecuali Maryam putri ‘Imran, Asiyah istri Fira’un, Khadijah puteri Khuwailid dan Fathimah putri Muhammad, sedangkan keistimewaan ‘Aisyah dibandingkan dengan perempuan lain ( dari para hamba Allah swt ) adalah seperti keistimewaan tsarid ( roti yang diremuk dalam kuah ) melebihi seluruh makanan lainnya.” ( HR. Bukhari - Muslim )
حسبك من نساء العالمين اربع : مريم بنت عمران وخديجة بنت خويلد وفاطمة بنت محمد وآسية امرأة الفرعون. ( رواه الترمذى,حاكم, احمد و ابن هبان )
“Cukup untuk kamu ketahui bahwa diantara wanita sealam semesta ( yang paling mulia ) ada empat orang yaitu Maryam puteri Imran, Khadijah puteri Khuwailid, Fathimah puteri Muhammad dan Asiyah istri Fir’aun.”( HR. Turmudzi, Hakim, Ahmad dan ibnu Hibban )
يافاطمة أمّا ترضين ان تكونى سيّدة نسآء المؤمنين او سيّدة هذه الأمة, فضحكت الذى رأيت. ( متّفق عليه )
“Wahai Fathimah tidakkah engkau senang menjadi junjungan para wanita orang-orang mukmin atau junjungan para wanita umat ini.”( HR. Bukhari, Muslim, dll )
افضل نساء اهل الجنّة خديجة و فاطمة. ( رواه احمد و الحاكم )
“Wanita penduduk surga yang paling utama adalah Khadijah dan Fathimah.”( HR. Ahmad dan Al Hakim )
ان فاطمة الزّهراء احبّ اهل بيتى إليّ. ( رواه احمد )
“Sesungguhnya Fathimah Az-Zahra adalah Ahli Baitku yang paling kucintai.”( HR. Imam Ahmad )
Diantara keistimewaan Sayyidatuna Fathimah ra adalah sesungguhnya Allah swt telah melestarikan anak cucu Nabi saw lewat anak cucu Fathimah dan melanggengkan keturunan Raulullah saw lewat keturunan Sayyidatuna Fathimah ra. Karena hanya Sayyidatuna Fathimah satu-satunya diantara putra-putri Nabi saw yang menjadi ibu bagi keturunan Ahli Bait. Anak-anak Nabi saw yang laki-laki tidak ada yang berumur panjang. Putra-putra beliau yang bernama Qasim, Abdullah dan Ibrahim telah meninggal dunia saat mereka masih anak-anak. Adapun putri-putri Nabi saw adalah empat orang yaitu Zainab, Ruqaiyah, Ummu Kultsum dan Fathimah Az-Zahra. Semua putri Nabi saw terputus keturunannya; kecuali keturunan Sayyidatuna Az-Zahra Al-Batul. Allah swt telah memberi karunia kepada Sayyidatuna Az-Zahra ra berupa dua orang putra yaitu Sayyidina Hasan dan Husein dan seorang putri yaitu Sayyidatuna Zainab ra; dan hanya dari kedua putranya ( Sayyidina Hasan dan Husein ) cucu Rasulullah saw asal-usul seluruh para Ahli Bait yang mulya.
Wafatnya Sayyidatuna Fathimah Az-Zahra Al-Batul.
Ketika menjelang wafatnya, beliau berkata kepada Asma binti Amis :
“Tidakkah engkau lihat, sudah seberapa parah sakitku ini, maka janganlah engkau akan mengusungku di atas keranda yang terbuka.”
Dalam riwayat lain dari Abdullah bin Buraidah menyebutkan bahwa Sayyidatuna Fathimah ra, telah berkata kepada Asma’ :“Sesungguhnya saya sangat malu bila keluar dalam keadaan terbungkus, diusung oleh para lelaki, sedangkan ditengah-tengah bungkus itu terdapat tubuh saya.”
Dalam riwayat Ummi Ja’far menyebutkan, bahwa Sayyidatuna Fathimah berkata :“Sesungguhnya saya menganggap jelek sekali perlakuan yang diperuntukkan kepada para wanita yang ( jenazahnya ) dikenakan pakaian ( diberi kafan ) lalu pakaian itu memperlihatkan bentuk tubuhnya.”
Maka Asma’ berkata kepada beliau :“tidak… sungguh demi hidupku wahai puteri Rasulullah saw.. namun aku akan membikin keranda ( yang tertutup rapat ) sebagaimana yang pernah engkau lihat itu dilakukan di Habasyah.”
Sayyidatuna Fathimah berkata :“Coba hal itu perlihatkan kepadaku.”
Maka Asma’ mengambil beberapa pelepah daun kurma yang masih basah, lalu ia melengkungkan pelepah-pelepah itu kemudian ia jadikan keranda di atas tempat tidur. Ketika Sayyidatuna Fathimah melihatnya, beliau langsung tersenyum, padahal beliau tidak pernah kelihatan tersenyum ( sepeninggal Rasulullah saw ).
Beliau berkata kepada Asma’ :“Alangkah bagusnya keranda ini dan alangkah indahnya. Dengan bentuk macam ini, maka wanita akan bisa dibedakan dari orang laki-laki. Mudah-mudahan Allah swt menutupi aibmu sebagaimana engkau telah menutupiku, dan bilamana aku telah meninggal, maka mandikanlah bersama dengan Ali serta jangan ada seorangpun yang masuk ke tempatku.”
Sayyidatuna Fathimah ra wafat pada hari selasa tanggal 3 Ramadhan tahun 11 H, dalam usia 28 tahun. Beliau dimakamkan di Baqi’ pada malam hari. Shalat jenazah beliau dipimpin oleh Sayyidina Ali. Dan ada yang mengatakan dipimpin oleh Sayyidina Abbas ra. Yang menurunkan jenazah beliau ke liang lahat adalah Sayyidina Abbas ra dan Sayyidina Ali ra serta Fadhil bin Abbas. Sedangkan dalam kitab Adz Dzurriyah Ath Thahirah karangan Ad Daulabi menyebutkan bahwa Sayyidatuna Fathimah hidup setelah wafatnya Nabi saw, selama 3 bulan.
Adapun riwayat yang paling shahih adalah riwayat Az-Zuhri dari Urwah bin Zubair dari Aisyah bahwa beliau berkata:“ Fathimah hidup setelah wafatnya Rasulullah saw selama 6 ( enam ) bulan. ( HR.Bukhari Muslim ).
( Dikutip dari buku Ajarilah Anakmu Mencintai Keluarga Nabi SAW; Muhammad Abduh Yamani )
LINK ASAL :
https://www.facebook.com/groups/kiss.donk/permalink/628967810474310/
Copyright © KAJIAN ISLAM SEPUTAR SEKS - DONK 2014-2015
Ikuti Kami di Facebook & Fans Page